Reminder 0.0

Kalau kita pikir-pikir, kalimat "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk", itu keren banget. Ini bukan sekadar kalimat pembuka yang kita ucapkan secara otomatis sebelum mengaji atau memulai sesuatu. 

Ini adalah sebuah pernyataan sikap, sebuah tombol power-on untuk sistem pertahanan spiritual kita. Ini adalah pengingat instan tentang siapa kita, siapa musuh kita, dan kepada siapa kita harus lari saat keadaan mulai terasa "aneh". 

Bayangin deh, bagian "Aku berlindung kepada Allah" itu seperti apa. Ini adalah momen pengakuan paling jujur. Kita seolah-olah bilang, "Ya Allah, jujur, aku ini lemah. Aku gampang goyah, gampang kebawa arus, gampang banget kena hasutan. Aku nggak bisa sendirian menghadapi ini semua." 

Ini adalah sikap rendah hati yang luar biasa. Seperti anak kecil yang lari ke pelukan ibunya pas takut lihat petir, kita pun lari ke "pelukan" Allah saat merasakan "petir" godaan di dalam hati. Kita sadar betul, tanpa perlindungan-Nya, kita ini bukan siapa-siapa. 

Lalu, kita masuk ke "dari godaan setan". Nah, ini bagian serunya. Godaan setan itu bukan monster bertanduk yang nongol di depan kita. Jauh lebih canggih dari itu! 

Godaannya itu berupa bisikan-bisikan halus yang terasa seperti ide kita sendiri. "Ah, nanti aja sholatnya, lagi seru nih." atau "Cuma ga pake kerudung doang, nggak apa-apa kali." atau "Dia duluan sih yang ga puasa ramadhan, wajar dong aku ikutan." 

Setan itu seperti hacker ulung yang tahu persis di mana letak "celah keamanan" di dalam diri kita: rasa malas kita, ego kita, rasa penasaran kita, dan emosi kita. Dia nggak maksa, dia cuma "ngomporin" sampai kita sendiri yang akhirnya melangkah ke arah yang salah. 

Dan terakhir, ada kata "yang terkutuk". Kenapa ini penting? Karena kata ini mendefinisikan status si musuh. "Terkutuk" atau rajim artinya dia sudah divonis gagal, sudah di-blacklist permanen dari rahmat Allah. 

Dia nggak punya apa-apa lagi, dan misinya cuma satu: mencari teman sebanyak-banyaknya untuk ikut sengsara bersamanya di neraka. 

Dengan menyebutnya "yang terkutuk", kita mengingatkan diri sendiri bahwa kita sedang berhadapan dengan makhluk yang putus asa, penuh dengki, dan nggak akan pernah menawarkan kebaikan sejati, buat apa didengerin, diturutin, dan diikutin? 

Jadi, setiap kali kita mengucapkan kalimat taa'uz ini, kita sebenarnya sedang melakukan sebuah ritual spiritual yang lengkap dalam satu tarikan napas. 

Kita mengakui kelemahan diri, mengidentifikasi musuh dan taktiknya, lalu dengan penuh kesadaran "menyambungkan kabel" ke Sumber Kekuatan Yang Maha Besar. 

Kita seolah berkata, "Oke, pertempuran batin ini dimulai. Tapi aku nggak sendirian. Aku di tim-Nya Allah. Firewall aktif. Aku siap. Gaskeun!" #Reminder